Archive for 2018

keseniaan ludruk dari jawa timur


Ludruk Kesenian Tradisional Dari Jawa timur

Kesenian satu ini merupakan salah satu kesenian theater tradisional yang terkenal dari Jawa timur. Namanya adalah Ludruk.

Apakah kesenian Ludruk itu?

Ludruk adalah pertunjukan seni theater tradisional yang berasal dari Jawa timur. Ludruk ini biasanya dipentaskan oleh satu grup kesenian di panggung besar yang di dalamnya terdapat beberapa pemain. Cerita yang dibawakan pada pementasan Ludruk biasanya merupakan cerita rakyat sehari – hari yang diselingi dengan lawakan, bahkan kritik sosial. Kesenian ini sangat popular di Jawa timur dan menjadi salah satu warisan kesenian tradisional yang masih ada hingga sekarang.
Kesenian Ludruk ini sekilas hampir sama dengan kesenian ketoprak. Yang membedakan kesenian Ludruk dan ketoprak adalah cerita yang dibawakannya. Kesenian ketoprak sendiri biasanya mengangkat cerita tentang kehidupan istana atau cerita legenda. Berbeda dengan kesenian Ludruk yang biasanya mengangkat cerita tentang kehidupan masyarakat sehari – hari dan di selingi dengan lawakan dan kritik sosial. 
Cerita yang diangkat tersebut biasanya dibawakan dengan bahasa Jawa timur, sehingga dapat dengan mudah dimengerti oleh para penonton disana. Namun apabila pertunjukan diselenggarakan untuk umum atau luar daerah, biasanya juga diselingi dengan bahasa Indonesia agar mudah dimengerti. Dalam pertunjukan Ludruk ini sebernarnya tidak ada pakem yang pasti mengenai pertunjukan, jumlah pemain, jumlah babak dan jalan cerita yang dibawakan, karena pertunjukan ini hanya bersifat hiburan bagi masyarakat.
Salah satu keistimewaan pemain Ludruk ini adalah dia harus memiliki kemampuan untuk berimprovisasi dan dapat mengembangkan cerita. Terkadang pemain Ludruk hanya diberikan tema dan garis besar cerita saja, namun mereka dapat mengembangkan cerita dengan selipan lawakan yang membuat suasana pertunjukan meriah dengan tawa dari penonton dan tidak membosankan.
Ludruk biasanya dipentaskan di panggung besar dengan latar belakang yang sudah dibuat sesuai dengan cerita yang akan dibawakan. Begitu juga dengan kostum yang digunakan, kostum tersebut juga disesuaikan dengan peran masing – masing. Hal itu dilakukan agar terlihat menarik dan dapat menyatu dengan cerita. Dalam pertunjukan Ludruk ini diawali dengan tari remo, berbeda dengan pertunjukan tari remo pada umumnya, pada pembukaan pertunjukan Ludruk ini biasanya hanya dibawakan oleh seorang penari saja. Setelah memasuki cerita, pertunjukan Ludruk ini juga diiringi oleh iringan gamelan, sehingga pertunjukan dapat lebih hidup dan meriah.
Gambar : Petunjukan Ludruk
Ludruk ini merupakan salah satu kesenian tradisional yang sangat terkenal di Jawa timur. Sebagai warisan kesenian tradisional tentu wajib untuk dijaga eksistensinya. Dalam perkembangannya, walaupun tergolong kesenian klasik, namun kesenian Ludruk ini masih tetap di lestarikan dan sering dipentaskan di daerah – daerah bahkan TV lokal di Jawa timur. 
Cukup sekian pengenalan tentang “Ludruk Kesenian Tradisional Dari Jawa timur”. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan anda tentang kesenian tradisional di Indonesia.
YUK CINTAI DAN LESTARIKAN KESENIAN TRADISIONAL DI INDONESIA!

Related Posts:

kebudayaan jawa tengah

Selasa, 03 Mei 2011

KEBUDAYAAN DAN KESENIAN JAWA TENGAH



TUGAS KEBUDAYAAN DAN KESENIAN JAWA TENGAH
ADITYA PRABOWO RAHARJO / 4423107027




Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta  di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Luas wilayah nya 32.548 km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa.
Pengertian Jawa Tengah secara geografis dan budaya kadang juga mencakup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah dikenal sebagai "jantung" budaya Jawa. Meskipun demikian di provinsi ini ada pula suku bangsa lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku Jawa seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat. Selain ada pula warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang tersebar di seluruh provinsi ini.

 

Suku

Mayoritas penduduk Jawa Tengah adalah Suku Jawa. Jawa Tengah dikenal sebagai pusat budaya Jawa, di mana di kota Surakarta dan Yogyakarta terdapat pusat istana kerajaan Jawa yang masih berdiri hingga kini. Suku minoritas yang cukup signifikan adalah Tionghoa, terutama di kawasan perkotaan meskipun di daerah pedesaan juga ditemukan. Pada umumnya mereka bergerak di bidang perdagangan dan jasa. Komunitas Tionghoa sudah berbaur dengan Suku Jawa, dan banyak di antara mereka yang menggunakan Bahasa Jawa dengan logat yang kental sehari-harinya. Selain itu di beberapa kota-kota besar di Jawa Tengah ditemukan pula komunitas Arab-Indonesia. Mirip dengan komunitas Tionghoa, mereka biasanya bergerak di bidang perdagangan dan jasa. Di daerah perbatasan dengan Jawa Barat terdapat pula orang Sunda yang sarat akan budaya Sunda, terutama di wilayah Cilacap, Brebes, dan Banyumas. Di pedalaman Blora (perbatasan dengan provinsi Jawa Timur) terdapat komunitas Samin yang terisolir, yang kasusnya hampir sama dengan orang Kanekes di Banten.

 

Bahasa

Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa Dialek Solo-Jogja dianggap sebagai Bahasa Jawa Standar. Di samping itu terdapat sejumlah dialek Bahasa Jawa; namun secara umum terdiri dari dua, yakni kulonan dan timuran. Kulonan dituturkan di bagian barat Jawa Tengah, terdiri atas Dialek Banyumasan dan Dialek Tegal; dialek ini memiliki pengucapan yang cukup berbeda dengan Bahasa Jawa Standar. Sedang Timuran dituturkan di bagian timur Jawa Tengah, di antaranya terdiri atas Dialek Solo, Dialek Semarang. Di antara perbatasan kedua dialek tersebut, dituturkan Bahasa Jawa dengan campuran kedua dialek; daerah tersebut di antaranya adalah Pekalongan dan Kedu. Di wilayah-wilayah berpopulasi Sunda, yaitu di Kabupaten Brebes bagian selatan, dan kabupaten Cilacap utara sekitar kecamatan Dayeuhluhur, orang Sunda masih menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-harinya.
Berbagai macam dialek yang terdapat di Jawa Tengah:
1.     dialek Pekalongan
2.     dialek Kedu
3.     dialek Bagelen
4.     dialek Semarang
5.     dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati)
6.     dialek Blora
7.     dialek Surakarta
8.     dialek Yogyakarta
9.     dialek Madiun
10. dialek Banyumasan (Ngapak)
11. dialek Tegal-Brebes

 

 

Agama

Sebagian besar penduduk Jawa Tengah beragama Islam dan mayoritas tetap mempertahankan tradisi Kejawen yang dikenal dengan istilah abangan. Agama lain yang dianut adalah Protestan, Katolik, Hindu , Budha, Kong Hu Cu, dan puluhan aliran kepercayaan. Penduduk Jawa Tengah dikenal dengan sikap tolerannya. Sebagai contoh di daerah Muntilan, kabupaten Magelang banyak dijumpai penganut agama Katolik, dan dulunya daerah ini merupakan salah satu pusat pengembangan agama Katolik di Jawa. Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan populasi Kristen terbesar di Indonesia.





GAMELAN JAWA

Gamelan Jawa merupakan Budaya Hindu yang digubah oleh Sunan Bonang, guna mendorong kecintaan pada kehidupan Transedental (Alam Malakut)”Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang. Sampai saat ini tembang tersebut masih dinyanyikan dengan nilai ajaran Islam, juga pada pentas-pentas seperti: Pewayangan, hajat Pernikahan dan acara ritual budaya Keraton.




WAYANG KULIT

Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dynamisme. Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang / Kediri. Sekitar abad ke-10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Cerita Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu.


KERIS JAWA

Keris dikalangan masyarakat di jawa dilambangkan sebagai symbol “ Kejantanan “ dan terkadang apabila karena suatu sebab pengantin prianya berhalangan hadir dalam upacara temu pengantin, maka ia diwakili sebilah keris. Keris merupakan lambang pusaka. Di kalender masyarakat jawa mengirabkan pusaka unggulan keraton merupakan kepercayaan terbesar pada hari satu sura. Keris pusaka atau tombak pusaka merupakan unggulan itu keampuhannya bukan saja karena dibuat dari unsure besi baja, besi, nikel, bahkan dicampur dengan unsure batu meteorid yang jatuh dari angkasa sehingga kokoh kuat, tetapi cara pembuatannya disertai dengan iringan doa kepada sang maha pencipta alam ( Allah SWT ) dengan duatu apaya spiritual oleh sang empu. Sehingga kekuatan spiritual sang maha pencipta alam itu pun dipercayai orang sebagai kekuatan magis atau mengandung tuah sehingga dapat mempengaruhi pihak lawan menjadi ketakutan kepada pemakai senjata pusaka itu.


UKIRAN ASLI JEPARA
        
Para pengukir jepara pandai menyesuaikan diri dengan gaya ukiran baru. Mereka tidak hanya membuat gaya ukiran khas Jepara saja tapi ukiran lainnya yang tak kalah menarik. Meskipun ukiran Jepara beragam, sebaiknya kita tidak melupakan gaya ukiran khas Jepara. Biasanya disebut ornamen Jepara. Meskipun tak ada sebutan khusus, tapi ia dapat dikenali dari ciri khasnya. Ukiran Jepara mengambil bentuk dedaunan. Ada yang mengatakan itu adalah daun tanaman wuni. Wuni adalah jenis rerumputan liat yang banyak tumbuh di Jepara. Tanaman itu memiliki buah kecil-kecil yang digemari burung. Bentuk tanaman wuni itu diolah seniman ukir menjadi bentuk desain ukiran yang indah. Ciri khas ukiran itu, daunnya digambarkan melengkung-lengkung luwes. Seolah ada iramanya. Ujung daunnya runcing. Buah-buah kecil diukir menggerombol. Kadang, ditambahkan ukiranburung yang hendak mematuk buah itu. Ukiran gaya Jepara ini dulu banyak diukirkan pada peti-peti kayu. Meja kursi juga ada. Tapi, sekarang jarang diukirkan pada meubel lagi.


BOGANA ASLI TEGAL

Di Jawa, Nasi Bogana biasanya disajikan pada saat acara-acara tertentu, seperti pesta perkawinan atau peringatan-peringatan lainnya. Tapi, umumnya makanan ini sering juga disajikan saat acara kumpul keluarga atau acara-acara arisan. Dalam acara pesta perkawinan, Nasi Bogana disajikan secara terpisah.



KIRAB SERIBU APEM

Kirab apem sewu adalah acara ritual syukuran masyarakat Kampung Sewu, Solo, Jawa Tengah yang digelar setiap bulan haji (bulan Zulhijah-kalender penanggalan Islam). 
Ritual syukuran itu diadakan untuk mengenalkan Kampung Sewu sebagai sentra produksi apem kepada seluruh masyarakat sekaligus menghargai para pembuat apem yang ada di sana. Selain itu, upacara ritual syukuran ini pun dibuat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena desa dan tempat tinggal mereka terhindar dari bencana. Mengapa begitu? Menurut Ketua Pelaksana Kirab Apem Sewu, Pak Hadi Sutrisno, letak Kampung Sewu Solo ini adanya di pinggir Sungai Bengawan Solo, termasuk daerah rawan banjir. Makanya, masyarakat mensyukurinya. Tradisi apam sewu berawal dari amanah yang disampaikan Ki Ageng Gribig kepada seluruh warga untuk membuat 1.000 kue apam dan membagikannya kepada masyarakat sebagai wujud rasa syukur. Sejalan dengan berkembangnya zaman, maka ritual kirab apem sewu ini diawali dengan kirab budaya warga Solo yang memakai pakaian adat Solo, seperti kebaya, tokoh punakawan, dan kostum pasukan keraton. Anak-anak sekolah juga menjadi peserta kirab dengan menampilkan marching band SD, atraksi Liong (naga), serta aneka pertunjukan tarian tradisional dan teater. 1.000 kue apem yang sudah disusun menjadi gunungan itu diarak dari lapangan Kampung Sewu menuju area sekitar kampung sepanjang dua kilometer. Acara kirab berlangsung selama satu hari, yang dimulai dengan prosesi penyerahan bahan makanan (uba rampe) pembuat kue apam dari tokoh masyarakat Solo kepada sesepuh Kampung Sewu di Lapangan Kampung Sewu, Solo.


TEDHAK SITEN
Tedhak Siten merupakan bagian dari adat dan tradisi masyarakat Jawa Tengah. Upacara ini dilakukan untuk adik kita yang baru pertama kali belajar berjalan.
Upacara Tedhak Siten selalu ditunggu-tunggu oleh orangtua dan kerabat keluarga Jawa karena dari upacara ini mereka dapat memperkirakan minat dan bakat adik kita yang baru bisa berjalan. Tedak Siten berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “tedhak” berarti ‘menapakkan kaki’ dan “siten” (berasal dari kata ‘siti’) yang berarti ‘bumi’.


Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi mandiri di masa depan. Dalam pelaksanaannya, upacara ini dihadiri oleh keluarga inti (ayah, ibu, kakek, dan nenek), serta kerabat keluarga lainnya. Mereka hadir untuk turut mendoakan agar adik kita terlindung dari gangguan setan.
Tak hanya ritualnya saja yang penting, persyaratannya pun penting dan harus disiapkan oleh orangtua yang menyelenggarakan Tedhak Siten ini, seperti kurungan ayam, uang, buku, mainan, alat musik, dll.
Selain itu ada pula ada tangga yang terbuat dari tebu, makanan-makanan (sajen), yang terdiri dari bubur merah, putih, jadah 7 warna, (makanan yang terbuat dari beras ketan), bubur boro-boro (bubur yg terbuat dari bekatul-serbuk halus atau tepung yang diperoleh setelah padi dipisahkan dari bulirnya), dan jajan pasar.


Ritual Upacara Tedhak Siten:

Tahap 1:

Adik kita dipandu oleh ayah dan ibu berjalan melalui 7 wadah berisi 7 jadah berwarna. Jadah adalah simbol dari proses kehidupan yang akan dilalui adik kita.


Tahap 2:
Lalu, adik akan diberi tangga yang terbuat dari tebu. Tangga ini menyimbolkan urutan tingkatan kehidupan di masa depan yang harus dilalui dengan perjuangan dan hati yang kuat.


Tahap 3:
Setelah anak turun dari tangga, ia dituntun berjalan di atas tanah dan bermain dengan kedua kakinya. Maksudnya agar nantinya adik kita mampu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya sendiri di masa depan.



Tahap 4:
Kemudian, adik dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang sudah dihias. Ia disuruh untuk mengambil benda-benda yang ada di dalam kurungan itu, seperti uang, buku, mainan, dll. Barang yang dipilih adik kita adalah gambaran dari minatnya di masa depan.


Tahap 5:
Setelah itu, adik diberi uang koin dan bunga oleh ayah dan kakek, harapannya agar ia memiliki rejeki berlimpah dan berjiwa sosial.
Setelah itu, adik dimandikan dengan air kembang 7 rupa, harapannya agar bisa mengharumkan nama keluarga.


Tahap 6:
Setelah mandi, adik dipakaikan baju yang bagus sebagai harapan kelak ia mendapat kehidupan yang baik dan layak.





BEDHAYA KETAWANG



Bedhaya Ketawang adalah tarian sakral yang rutin dibawakan dalam istana sultan Jawa (Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo). Disebut juga tarian langit, bedhaya ketawang merupakan suatu upacara yang berupa tarian dengan tujuan pemujaan dan persembahan kepada Sang Pencipta.

Pada awal mulanya di Keraton Surakarta tarian ini hanya diperagakan oleh tujuh wanita saja. Namun karena tarian ini dianggap tarian khusus yang amat sacral, jumlah penarik kemudian ditambah menjadi sembilan orang. Sembilan penari terdiri dari delapan putra-putri yang masih ada hubungan darah dan kekerabatan dari keraton serta seorang penari gaib yag dipercaya sebagai sosok Nyai Roro Kidul.

Tarian ini diciptakan oleh Raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan latar belakang mitos percintaan raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan Kanjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan). Sebagai tarian sakral, terdapat beberapa aturan dan upacara ritus yang harus dijalankan oleh keraton juga para penari.

Bedhaya ketawang bisa dimainkan sekitar 5,5 jam dan berlangsung hingga pukul 01.00 pagi. Hadirin yang terpilih untuk melihat atau menyaksikan tarian ini pun harus dalam keadaan khusuk, semedi dan hening. Artinya hadirin tidak boleh berbicara atau makan, dan hanya boleh diam dan menyaksikan gerakan demi gerakan sang penari. Tarian Bedhaya Ketawang besar hanya di lakukan setiap 8 tahun sekali atau sewindu sekali. Sementara, Tarian Bedhaya Ketawang kecil dilakukan pada saat penobatan raja atau sultan, pernikahan salah satu anggota keraton yang ditambah simbol-simbol.


BATIK

Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga kerajaan di masa lampau, khususnya di Kerajaan Mataram kemudian Kerajaan Keraton Solo dan Yogyakarta.

Awalnya batik dikerjaan terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja, keluarganya, serta para pengikutnya. Oleh karena banyaknya pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton untuk dikerjakan di tempat masing-masing. Seiring berjalannya waktu, kesenian batik ini ditiru oleh rakyat setempat dan kemudian menjadi pekerjaan kaum wanita di dalam rumahnya untuk mengisi waktu senggang. Selain itu, batik yang awalnya hanya untuk keluarga keraton, akhirnya menjadi pakaian rakyat yang digemari pria dan wanita.
Dahulu, bahan kain putih yang dipergunakan untuk membatik adalah hasil tenunan sendiri. Sementara bahan pewarnanya diambil dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia. Beberapa bahan pewarna tersebut antara lain pohon mengkudu, soga, dan nila. Bahan sodanya dibuat dari soda abu dan garamnya dari tanah lumpur. Sentra kerajinan batik tersebar di daerah Pekalongan, Kota Surakarta, dan Kab. Sragen.


TARIAN JAWA

Tarian merupakan bagian yang menyertai perkembangan pusat baru ini. Ternyata pada masa kerajaan dulu tari mencapai tingkat estetis yang tinggi. Jika dalam lingkungan rakyat tarian bersifat spontan dan sederhana, maka dalam lingkungan istana tarian mempunyai standar, rumit, halus, dan simbolis. Jika ditinjau dari aspek gerak, maka pengaruh tari India yang terdapat pada tari-tarian istana Jawa terletak pada posisi tangan, dan di Bali ditambah dengan gerak mata.
Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah bentuk teater tari seperti wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja Jawa. Bedhaya Ketawang adalah tarian yang dicipta oleh raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan berlatarbelakang mitos percintaan antara raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan Kangjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan/Samudra Indonesia) (Soedarsono, 1990). Tarian ini ditampilkan oleh sembilan penari wanita.


SENI TARI JAWA TENGAH
Tari sering disebut juga ”beksa”, kata “beksa” berarti “ambeg” dan “esa”, kata tersebut mempunyai maksud dan pengertian bahwa orang yang akan menari haruslah benar-benar menuju satu tujuan, yaitu menyatu jiwanya dengan pengungkapan wujud gerak yang luluh. Seni tari adalah ungkapan yang disalurkan / diekspresikan melalui gerak-gerak organ tubuh yang ritmis, indah mengandung kesusilaan dan selaras dengan gending sebagai iringannya. Seni tari yang merupakan bagian budaya bangsa sebenarnya sudah ada sejak jaman primitif, Hindu sampai masuknya agama Islam dan kemudian berkembang. Bahkan tari tidak dapat dilepaskan dengan kepentingan upacara adat sebagai sarana persembahan. Tari mengalami kejayaan yang berangkat dari kerajaan Kediri, Singosari, Majapahit khususnya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk.
Surakarta merupakan pusat seni tari. Sumber utamanya terdapat di Keraton Surakarta dan di Pura Mangkunegaran. Dari kedua tempat inilah kemudian meluas ke daerah Surakarta seluruhnya dan akhirnya meluas lagi hingga meliputi daerah Jawa Tengah, terus sampai jauh di luar Jawa Tengah. Seni tari yang berpusat di Kraton Surakarta itu sudah ada sejak berdirinya Kraton Surakarta dan telah mempunyai ahli-ahli yang dapat dipertanggungjawabkan. Tokoh-tokoh tersebut umumnya masih keluarga Sri Susuhunan atau kerabat kraton yang berkedudukan. Seni tari yang berpusat di Kraton Surakarta itu kemudian terkenal dengan Tari Gaya Surakarta.


Macam-macam tariannya: Srimpi, Bedaya, Gambyong, Wireng, Prawirayuda, Wayang-Purwa Mahabarata-Ramayana. Yang khusus di Mangkunegaran disebut Tari Langendriyan, yang mengambil ceritera Damarwulan.

Dalam perkembangannya timbulah tari kreasi baru yang mendapat tempat dalam dunia tari gaya Surakarta. Selain tari yang bertaraf kraton (Hofdans), yang termasuk seni tari bermutu tinggi, di daerah Jawa Tengah terdapat pula bermacam-macam tari daerah setempat. Tari semacam itu termasuk jenis kesenian tradisional, seperti: Dadung Ngawuk, Kuda Kepang, Incling, Dolalak, Tayuban, Jelantur, Ebeg, Ketek Ogleng, Barongan, Sintren, Lengger, dll.

Pedoman tari tradisional itu sebagian besar mengutamakan gerak yang ritmis dan tempo yang tetap sehingga ketentuan-ketentuan geraknya tidaklah begitu ditentukan sekali. Jadi lebih bebas, lebih perseorangan. Dalam seni tari dapat dibedakan menjadi klasik, tradisional dan garapan baru. Beberapa jenis tari yang ada antara lain:

1. Tari Klasik

-Tari Bedhaya:
Budaya Islam ikut mempengaruhi bentuk-bentuk tari yang berangkat pada jaman Majapahit. Seperti tari Bedhaya 7 penari berubah menjadi 9 penari disesuaikan dengan jumlah Wali Sanga. Ide Sunan Kalijaga tentang Bedhaya dengan 9 penari ini akhirnya sampai pada Mataram Islam, tepatnya sejak perjanjian Giyanti pada tahun 1755 oleh Pangeran Purbaya, Tumenggung Alap-alap dan Ki Panjang Mas, maka disusunlah Bedhaya dengan penari berjumlah 9 orang. Hal ini kemudian dibawa ke Kraton Kasunanan Surakarta. Oleh Sunan Pakubuwono I dinamakan Bedhaya Ketawang, termasuk jenis Bedhaya Suci dan Sakral, dengan nama peranan sebagai berikut:



a. Endhel Pojok
b. Batak
c. Gulu
d. Dhada
e. Buncit
f. Endhel Apit Ngajeng
g. Endhel Apit Wuri
h. Endhel Weton Ngajeng
i. Endhel Weton Wuri



Berbagai jenis tari Bedhaya yang belum mengalami perubahan:
- Bedhaya Ketawang lama tarian 130 menit
- Bedhaya Pangkur lama tarian 60 menit
- Bedhaya Duradasih lama tarian 60 menit
- Bedhaya Mangunkarya lama tarian 60 menit
- Bedhaya Sinom lama tarian 60 menit
- Bedhaya Endhol-endhol lama tarian 60 menit
- Bedhaya Gandrungmanis lama tarian 60 menit
- Bedhaya Kabor lama tarian 60 menit
- Bedhaya Tejanata lama tarian 60 menit

Pada umumnya berbagai jenis Bedhaya tersebut berfungsi menjamu tamu raja dan menghormat serta menyambut Nyi Roro Kidul, khususnya Bedhaya Ketawang yang jarang disajikan di luar Kraton, juga sering disajikan pada upacara keperluan jahat di lingkungan Istana. Di samping itu ada juga Bedhaya-bedhaya yang mempunyai tema kepahlawanan dan bersifat monumental.

Melihat lamanya penyajian tari Bedhaya (juga Srimpi) maka untuk konsumsi masa kini perlu adanya inovasi secara matang, dengan tidak mengurangi ciri dan bobotnya.

Contoh Bedhaya garapan baru:
- Bedhaya La la lama tarian 15 menit
- Bedhaya To lu lama tarian 12 menit
- Bedhaya Alok lama tarian 15 menit


- Tari Srimpi:
Tari Srimpi yang ada sejak Prabu Amiluhur ketika masuk ke Kraton mendapat perhatian pula. Tarian yang ditarikan 4 putri itu masing-masing mendapat sebutan : air, api, angin dan bumi/tanah, yang selain melambangkan terjadinya manusia juga melambangkan empat penjuru mata angin. Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari Srimpipun ada yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Juga karena lamanya penyajian (60 menit) maka untuk konsumsi masa kini diadakan inovasi. Contoh Srimpi hasil garapan baru:
- Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit
- Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit


Beberapa contoh tari klasik yang tumbuh dari Bedhaya dan Srimpi:


a. Beksan Gambyong: berasal dari tari Glondrong yang ditarikan oleh Nyi Mas Ajeng Gambyong. Menarinya sangat indah ditambah kecantikan dan modal suaranya yang baik, akhirnya Nyi Mas itu dipanggil oleh Bangsawan Kasunanan Surakarta untuk menari di Istana sambil memberi pelajaran kepada para putra/I Raja. Oleh Istana tari itu diubah menjadi tari Gambyong.

Selain sebagai hiburan, tari ini sering juga ditarikan untuk menyambut tamu dalam upacara peringatan hari besar dan perkawinan. Adapun ciri-ciri Tari ini:
- Jumlah penari seorang putri atau lebih
- Memakai jarit wiron
- Tanpa baju melainkan memakai kemben atau bangkin
- Tanpa jamang melainkan memakai sanggul/gelung
- Dalam menari boleh dengan sindenan (menyanyi) atau tidak.

b. Beksan Wireng: berasal dari kata Wira (perwira) dan 'Aeng' yaitu prajurit yang unggul, yang 'aeng', yang 'linuwih'. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur dengan tujuan agar para putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan menggunakan alat senjata perang. Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam latihan perang dengan menggunakan alat perang. Ciri-ciri tarian ini:
- Ditarikan oleh dua orang putra/i
- Bentuk tariannya sama
- Tidak mengambil suatu cerita
- Tidak menggunakan ontowacono (dialog)
- Bentuk pakaiannya sama
- Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng
- Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian diteruskan gendhing ketawang
- Tidak ada yang kalah/menang atau mati.

c. Tari Pethilan: hampir sama dengan Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil adegan/ bagian dari ceritera pewayangan.

Ciri-cirinya:
- Tari boleh sama, boleh tidak
- Menggunakan ontowacono (dialog)
- Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar
- Ada yang kalah/menang atau mati
- Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran
- Memetik dari suatu cerita lakon.
Contoh dari Pethilan :
- Bambangan Cakil
- Hanila
- Prahasta, dll.

d. Tari Golek: Tari ini berasal dari Yogyakarta. Pertama dipentaskan di Surakarta pada upacara perkawinan KGPH. Kusumoyudho dengan Gusti Ratu Angger tahun 1910. Selanjutnya mengalami persesuaian dengan gaya Surakarta. Tari ini menggambarkan cara-cara berhias diri seorang gadis yang baru menginjak masa akhil baliq, agar lebih cantik dan menarik. Macam-macamnya:
- Golek Clunthang iringan Gendhing Clunthang
- Golek Montro iringan Gendhing Montro
- Golek Surungdayung iringan Gendhing Ladrang Surungdayung, dll.

e. Tari Bondan : Tari ini dibagi menjadi:
- Bondan Cindogo
- Bondan Mardisiwi
- Bondan Pegunungan/Tani.


Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari gembira, mengungkapkan rasa kasih sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo. Ciri pakaiannya:
- Memakai kain Wiron
- Memakai Jamang
- Memakai baju kotang
- Menggendong boneka, memanggul payung
- Membawa kendhi (dahulu), sekarang jarang.


Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Tapi sekarang ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap. Ciri pakaiannya:
- mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping
dan membawa alat pertanian.
- Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya tidak memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur, dll sebelum dipakai dimasukkan tenggok.
Bentuk tariannya ; pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo / Mardisiwi.

f. Tari Topeng :
Tari ini sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang pernah mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu dipoles dan disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari Wayang Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam masuk terutama oleh Sunan Kalijaga yang menggunakannya sebagai penyebaran agama. Beliau menciptakan 9 jenis topeng, yaitu topeng Panji Ksatrian, Condrokirono, Gunung sari, Handoko, Raton, Klono, Denowo, Benco(Tembem), Turas (Penthul). Pakaiannya dahulu memakai ikat kepala dengan topeng yang diikat pada kepala.


2. Tari Tradisional

Selain tari-tari klasik, di Jawa Tengah terdapat pula tari-tari tradisional yang tumbuh dan berkembang di daerah-daerah tertentu. Kesenian tradisional tersebut tak kalah menariknya karena mempunyai keunikan-keunikan tersendiri. Beberapa contoh kesenian tradisional:


a. Tari Dolalak, di Purworejo
Pertunjukan ini dilakukan oleh beberapa orang penari yang berpakaian menyerupai pakaian prajurit Belanda atau Perancis tempo dulu dan diiringi dengan alat-alat bunyi-bunyian terdiri dari kentrung, rebana, kendang, kencer, dllnya. Menurut cerita, kesenian ini timbul pada masa berkobarnya perang Aceh di jaman Belanda yang kemudian meluas ke daerah lain.

b. Patolan (Prisenan), di Rembang
Sejenis olahraga gulat rakyat yang dimainkan oleh dua orang pegulat dipimpin oleh dua orang Gelandang (wasit) dari masing-masing pihak. Pertunjukan ini diadakan sebagai olah raga dan sekaligus hiburan di waktu senggang pada sore dan malam hari terutama di kala terang bulan purnama. Lokasinya berada di tempat-tempat yang berpasir di tepi pantai. Seni gulat rakyat ini berkembang di kalangan pelajar terutama di pantai antara kecamatan Pandagan, Kragan, Bulu sampai ke Tuban, Jawa Timur.


c. Blora.
Daerah ini terkenal dengan atraksi kesenian Kuda Kepang, Barongan dan Wayang Krucil(sejenis wayang kulit terbuat dari kayu).


d. Pekalongan
Di daerah Pekalongan terdapat kesenian Kuntulan dan Sintren. Kuntulan adalah kesenian bela diri yang dilukiskan dalam tarian dengan iringan bunyi-bunyian seperti bedug, terbang, dllnya. Sedangkan Sintren adalah sebuah tari khas yang magis animistis yang terdapat selain di Pekalongan juga di Batang dan Tegal. Kesenian ini menampilkan seorang gadis yang menari dalam keadaan tidak sadarkan diri, sebelum tarian dimulai gadis menari tersebut dengan tangan terikat dimasukkan ke dalam tempat tertutup bersama peralatan bersolek, kemudian selang beberapa lama ia telah selesai berdandan dan siap untuk menari. Atraksi ini dapat disaksikan pada waktu malam bulan purnama setelah panen.


e. Obeg dan Begalan.
Kesenian ini berkembang di Cilacap. Pemain Obeg ini terdiri dari beberapa orang wanita atau pria dengan menunggang kuda yang terbuat dari anyaman bambu (kepang), serta diiringi dengan bunyi-bunyian tertentu. Pertunjukan ini dipimpin oleh seorang pawang (dukun) yang dapat membuat pemain dalam keadaan tidak sadar.
Begalan adalah salah satu acara dalam rangkaian upacara perkawinan adat Banyumas. Kesenian ini hidup di daerah Bangumas pada umumnya juga terdapat di Cilacap, Purbalingga maupun di daerah di luar Kabupaten Banyumas. Yang bersifat khas Banyumas antara lain Calung, Begalan dan Dalang Jemblung.


f. Calung dari Banyumas
Calung adalah suatu bentuk kesenian rakyat dengan menggunakan bunyi- bunyian semacam gambang yang terbuat dari bambu, lagu-lagu yang dibawakan merupakan gending Jawa khas Banyumas. Juga dapat untuk mengiringi tarian yang diperagakan oleh beberapa penari wanita. Sedangkan untuk Begalan biasanya diselenggarakan oleh keluarga yang baru pertama kalinya mengawinkan anaknya. Yang mengadakan upacara ini adalah dari pihak orang tua mempelai wanita.


g. Kuda Lumping (Jaran Kepang) dari Temanggung
Kesenian ini diperagakan secara massal, sering dipentaskan untuk menyambut tamu -tamu resmi atau biasanya diadakan pada waktu upacara


h. Lengger dari Wonosobo
Kesenian khas Wonosobo ini dimainkan oleh dua orang laki-laki yang masing-masing berperan sebagai seorang pria dan seorang wanita. Diiringi dengan bunyi-bunyian yang antara lain berupa Angklung bernada Jawa. Tarian ini mengisahkan ceritera Dewi Chandrakirana yang sedang mencari suaminya yang pergi tanpa pamit. Dalam pencariannya itu ia diganggu oleh raksasa yang digambarkan memakai topeng. Pada puncak tarian penari mencapai keadaan tidak sadar.


i. Jatilan dari Magelang
Pertunjukan ini biasanya dimainkan oleh delapan orang yang dipimpin oleh seorang pawang yang diiringi dengan bunyi-bunyian berupa bende, kenong dll. Dan pada puncaknya pemain dapat mencapai tak sadar.


j. Tarian Jlantur dari Boyolali
Sebuah tarian yang dimainkan oleh 40 orang pria dengan memakai ikat kepala gaya turki. Tariannya dilakukan dengan menaiki kuda kepang dengan senjata tombak dan pedang. Tarian ini menggambarkan prajurit yang akan berangkat ke medan perang, dahulu merupakan tarian penyalur semangat kepahlawanan dari keturunan prajurit Diponegoro.


k. Ketek Ogleng dari Wonogiri
Kesenian yang diangkat dari ceritera Panji, mengisahkan cinta kasih klasik pada jaman kerajaan Kediri. Ceritera ini kemudian diubah menurut selera rakyat setempat menjadi kesenian pertunjukan Ketek Ogleng yang mengisahkan percintaan antara Endang Roro Tompe dengan Ketek Ogleng. Penampilannya dititik beratkan pada suguhan tarian akrobatis gaya kera (Ketek Ogleng) yang dimainkan oleh seorang dengan berpakaian kera seperti wayang orang. Tarian akrobatis ini di antara lain dipertunjukan di atas seutas tali.


3. Tari Garapan Baru (Kreasi Baru)

Meskipun namanya 'baru' tetapi semua tari yang termasuk jenis ini tidak meninggalkan unsur-unsur yang ada dari jenis tari klasik maupun tradisional. Sebagai contoh:


a. Tari Prawiroguno
Tari ini menggambarkan seorang prajurit yang sedang berlatih diri dengan perlengkapan senjata berupa pedang untuk menyerang musuh dan juga tameng sebagai alat untuk melindungi diri.


b. Tari Tepak-Tepak Putri
Tari yang menggambarkan kelincahan gerak remaja-remaja putri sedang bersuka ria memainkan rebana, dengan iringan pujian atau syair yang bernafas Islam.

kebudayaan jawa barat

 
Tari Merak 
Tari Merak merupakan tarian kreasi baru dari tanah Pasundan yang diciptakan olehRaden Tjetjep Somantri pada tahun 1950an dan dibuat ualng oleh dra. Irawati Durban pada tahun 1965 .Banyak orang salah kaprah mengira jika tarian ini bercerita tentang kehidupan dankeceriaan merak betina, padahal tarian ini bercerita tentang pesona merak jantan yangterkenal pesolek untuk menarik hati sang betina.Sang jantan akan menampilkan keindahan bulu ekornya yang panjang dan berwarna-warni untuk menarik hati sang betina. Gerak gerik sang jantan yang tampak seperti tarianyang gemulai untuk menampilkan pesona dirinya yang terbaik sehingga sang betinaterpesona dan melanjutkan ritual perkawinan mereka.Setiap gerakan penuh makna ceria dan gembira, sehingga tarian ini kerap digunakansebagai tarian persembahan bagi tamu atau menyambut pengantin pria menuju pelaminan.Kostumnya yang berwarna warni dengan aksen khas burung merak dan ciri khas yang paling dominan adalah sayapnya dipenuhi dengan payet yang bisa dibentangkan olehsang penari dengan satu gerakan yang anggun menambah indah pesona tarian ini, sertamahkota yang berhiaskan kepala burung merak yang disebut singer yg akan bergoyangsetiap penari menggerakkan kepalanya.Dalam setiap acara tari Merak paling sering ditampilkan terutama untuk menyambuttamu agung atau untuk memperkenalkan budaya Indonesia terutama budaya Pasundan ketingkat Internasiona

macam macam kebudayaan di jawa timur

Macam – Macam Kebudayaan di Provinsi Jawa Timur dan Kota Surabaya

ILMU SOSIAL DASAR

Nama : Muhamad Alif Nugraha
Dosen : Ahmad Nasher

UNIVERSITAS GUNADARMA

Jawa Timur mempunyai sejumlah kesenian khas. Ludruk adalah salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang biasanya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Berbeda dengan ketoprak yang menceritakan kehidupan istana, ludruk menceritakan kehidupan sehari-hari rakyat jelata, yang seringkali dibumbui dengan humor dan kritik sosial, dan biasanya dibuka dengan Tari Remo dan parikan. Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang; walaupun keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi.



Adat istiadat di kawasan Tapal Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya Madura, mengingat besarnya populasi Suku Madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat Osing adalah perpaduan budaya Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat istiadat Suku Tengger banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu.
Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, mempunyai ikatan yang berdasar persahabatan dan teritorial. Penduduk Jawa Timur biasanya menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran, pihak laki-laki melaksanakan acara nako'ake (menanyakan apakah si gadis sudah mempunyai calon suami), setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran). 

Bentuk bangunan Jawa Timur bagian barat (seperti di Ngawi, Madiun, Magetan, dan Ponorogo) biasanya mirip dengan bentuk bangunan Jawa Tengahan (Surakarta). Bangunan khas Jawa Timur biasanya memiliki bentuk joglo, bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep).
Masa kolonialisme Hindia-Belanda juga meninggalkan sejumlah bangunan kuno. Kota-kota di Jawa Timur banyak terdapat bangunan yang didirikan pada era kolonial, terutama di Surabaya dan Malang.
Berikut ini adalah berbagai kebidayaan yang terdapat di Provinsi Jawa Timur:

1. Seni Tari

Tari Remong, sebuah tarian dari Surabaya yang melambangkan jiwa, kepahlawanan. Ditarikan pada waktu menyambut para tamu. Reog Ponorogo, adalah tari daerah Jawa Timur yang menunjukkan keperkasaan, kejantanan dan kegagahan.

2. Musik

Musik tradisional Jawa Timur nyaris sama dengan musik gamelan Jawa Tengah seperti Macam laras (tangga nada) yang digunakan yaitu gamelan berlaras pelog dan berlaras slendro. Nama-nama gamelan yang ada misalnya ; gamelan kodok ngorek, gamelan munggang, gamelan sekaten, dan gamelan gede.

Kini gamelan dipergunakan untuk mengiringimacam  acara, seperti; mengiringi pagelaran wayang kulit, wayang orang, ketoprak, tari-tarian, upacara sekaten, perkawinan, khitanan, keagaman, dan bahkan kenegaraan.Di Madura musik gamelan yang ada disebut Gamelan Sandur.

3. Rumah adat

Bentuk bangunan Jawa Timur bagian barat (seperti di Ngawi, Madiun, Magetan, dan Ponorogo) biasanya mirip dengan bentuk bangunan Jawa Tengahan (Surakarta). Bangunan khas Jawa Timur biasanya memiliki bentuk joglo , bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep). Masa kolonialisme Hindia-Belanda juga meninggalkansejumlah bangunan kuno. Kota-kota di Jawa Timur banyak terdapat bangunan yang didirikan pada era kolonial, terutama di Surabaya dan Malang.

4. Pakaian adat

Pakaian adat jawa timur ini disebut mantenan. pakaian ini sering digunakan saat perkawinan d masyarakat magetan jawa timur. Pada Pakaian adat Jawa Timur mencerminkan ketegasan dan kesederhanaan kebudayaan Jawa Timur. Selain itu yang membedakan pakain adat Jawa Timur dengan Jawa Tengah adalah penutup kepala yang dipakai atau Odheng. Arloji rantai danf sebum dhungket atau tongkat.

Pakaian adat Jawa Timur biasa disebut dengan Mantenan. Karena biasanya dipakai pada saat acara perkawinan oleh masyarakat jawa Timur. Selain busana Mantenan, pakaian khas Madura juga termasuk pakain adat Jawa Timur. Pakaian khas Madura biasa disebut pesa’an. Pakaian ini terkesan sederhana sebab hanya berupa kaos bergaris merah putih dan celana longgar. Untuk wanita biasa menggunakan kebaya.

5. Karapan Sapi

Karapan sapi adalah pacuan sapi khas dari Pulau Madura. Dengan menarik sebentuk kereta, dua ekor sapi berlomba dengan diiringi oleh gamelan Madura yang disebut saronen. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi itu) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain.

6. Reog Ponorogo

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur, khususnyakota  Ponorogo. Tak hanya topeng kepala singa saja yang menjadi perangkat wajib kesenian ini. Tapi juga sosok warok dan gemblak yang menjadi bagian dari kesenian Reog.
Ragam Budaya dan ciri Khas Surabaya
Budaya daerah, tradisi dan gaya hidup yang berbeda di setiap daerah merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung. Budaya daerah ini antara lain, kesenian, pakaian adat, upacara adat, gaya hidup, dan kepercayaan.


Kota Surabaya


Surabaya merupakan kota multi etnis yang kaya akan budaya. Beragam etnis bermigrasi ke Surabaya. Sebut saja etnis Melayu, China, India, Arab dan Eropa sementara etnis Nusantara sendiri antara Lain Madura, Sunda, Batak, Kalimantan, Bali, Sulawesi datang dan menetap, hidup bersama serta membaur dengan penduduk asli membentuk pluralisme budaya yang kemudian menjadi ciri khas kota Surabaya.

Inilah yang membedakan kota Surabaya dengan kota-kota di Indonesia. Bahkan ciri khas ini sangat kental mewarnai kehidupan pergaulan sehari-hari. Sikap pergaulan yang sangat egaliter, terbuka, berterus terang, kritik dan mengkritik merupakan sikap hidup yang dapat ditemui sehari-hari. Budaya Surabaya yang terkenal antara lain Undukan Doro, Musik Patrol dan Manten Pegon. Salah satu upaya Pemerintah Kota Surabaya untuk melestarikan budaya kota Surabaya adalah dengan pemilihan Cak dan Ning Surabaya, yaitu duta budaya kota Surabaya.
Makanan dari Kota Surabaya yang harus anda coba :

  • Tahu Tek
Makanan khas Surabaya berikutnya adalah tahu tek. Makanan ini berbahan tahu yang dipotong menjadi bebentuk kotak kecil-kecil dan digoreng. Tahu ini disajikan dengan gorengan kentang, kecambah dan ketimun yang dipotong kecil dan panjang seperti acar. Hidangan ini lalu dilumuri dengan saus gelap yang terbuat dari ulegan kacang tanah dengan petis, bawang putih dan cabe. Untuk menambah nikmatnya, hidangan yang biasanya dikonsumsi malam hari ini ini juga ditaburi kerupuk udang dan bawang goreng.


  • Lontong Balap
Makanan khas Surabaya ini terbuat dari bahan lontong, tahu dan letho. Lontong dan tahunya diiris tipis-tipis dan ditaburi remesan lentho. Sajian ini lalu dilengkapi dengan sejumlah besar tauge yang direbus hingga setengah matang dan diberi kuah. Kecap, sambal dan bawang goreng ditambahkan agar membuat makanan ini semakin nikmat. Biasanya, orang Surabaya mengkonsumsi makanan ini bersama dengan sate kerang.

  • Pecel Semanggi
Jenis makanan khas Jawa Timur ini sangat seru untuk disantap. Dibuat dari daun semanggi yang dikukus dan kemudian dinikmati dengan sambal membuat lidah tak tahan menahan selera.Pecel ini berbahan dan bumbu mirip dengan pecel-pecel dari daerah lainnya, hanya saja sayurannya menggunakan bahan daun dari tumbuhan semanggi. Biasanya pecel semanggi disajikan dengan wadah daun pisang.
  • Rujak Cingur
Rujak adalah makanan yang terkenal di banyak tempat di Indonesia. Namun, berbeda dengan rujak-rujak lain yang berisi buah-buahan disiram dengan sambal gula merah, di Surabaya, rujak ada dua macam. Jenis yang biasa kita konsumsi yang berbahan mangga, bengkoang, mentimun dan nanas dengan bumbu gula merah, kacang dan asam dikenal sebagai rujak manis atau rujak buah. Sedangkan, di Surabaya sendiri ada rujak khas yang bernama rujak cingur yang sangat terkenal di Jawa Timur.

  • Sate Kol
Kol adalah hewan mirip dengan kerang namun hidupnya di sawah dan berukuran lebih besar. Sate kol merupakan salah satu makanan khas Surabaya dimana beberapa kol ditusuk dengan tusuk sate dan dipanggang lalu dilumeri bumbu kecap atau bumbu merah. Makanan yang mengandung banyak protein ini biasanya dijual per tusuk dengan harga mulai Rp. 2.000 saja.



Kesenian di Surabaya yang harus Anda tahu
Kehidupan berkesenian Kota Surabaya tumbuh dengan baik. Kesenian tradisional dan modern saling melengkapi membentuk keragaman kesenian Surabaya. Kesenian tradisional tumbuh karena perjalanan sejarah melawan penjajahan zaman dahulu sampai saat ini tetap dilestarikan. Bentuk kesenian tradisional banyak ragamnya. Ada seni tari, seni musik dan seni panggung.

Sudah sangat dikenal kalau Ludruk adalah kesenian rakyat asli Jawa Timur. Kesenian rakyat yang berasal dari Jombang ini, menjadi maskot budaya khas Surabaya, terutama tarian Ngremo – nya. Ludruk sudah ada sejak jaman Jepang sekitar tahun 1942. Dan menjadi sangat populer di Surabaya sejak zaman revolusi.

Upaya untuk mewujudkan kehidupan berkesenian di Surabaya dikembangkan Dewan Kesenian Surabaya (DKS) maupun perkumpulan-perkumpulan seni teater, seni lukis dan musik. Pameran seni lukis maupun seni teater seringkali diselenggarakan di Gedung Balai Pemuda. Sementara pagelaran seni tari tradisional selalu digelar di Taman Hiburan Rakyat (THR) dan Taman Budaya. Surabaya Symphony Orchestra (SSO) juga mengambil peran penting dalam menumbuhkan seni musik di Surabaya.
Ciri Khas Surabaya
Dialek Arekan atau lebih sering dikenal sebagai bahasa Arekan (Bahasa Jawa : boso Arekan) atau bahasa Suroboyoan adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Surabaya dan sekitarnya. Dialek ini berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Secara struktural bahasa, bahasa Suroboyoan dapat dikatakan sebagai bahasa paling kasar. Meskipun demikian, bahasa dengan tingkatan yang lebih halus masih dipakai oleh beberapa orang Surabaya, sebagai bentuk penghormatan atas orang lain. Namun penggunaan bahasa Jawa halus (madya sampai krama) di kalangan orang-orang Surabaya kebanyakan tidaklah sehalus di Jawa Tengah terutama Yogyakarta dan Surakarta dengan banyak mencampurkan kata sehari-hari yang lebih kasar.


Kesimpulan : 
Banyak hal menarik dari seni dan kebudayaan yang terdapat di propinsi Jawa Timur. Banyak kesenian khas yang menjadi ciri khas dari budaya yang terdapat di daerah Jawa Timur. Kota Surabaya yang patut Anda buru ketika berkunjung ke kota terbesar kedua di Pulau Jawa ini.  Di Surabaya terdapat patung yang melambangkan Buaya dan Hiu di kisahkan tentang perkelahian dua jenis hewan yang sama-sama gagah dan sama-sama kuat, yaitu seekor Ikan Hiu yang bernama 'Sura', dan seekor Buaya.

Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa, Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia timur. Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah.

Kata Surabaya konon berasal dari cerita mitos pertempuran antara sura (ikan hiu) dan baya (buaya). Meskipun Jawa adalah suku mayoritas (83,68%), tetapi Surabaya juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk suku Madura (7,5%), Tionghoa (7,25%), Arab (2,04%), dan sisanya merupakan suku bangsa lain atau warga asing.

- Copyright © santri pengejar barokah - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -